Kamis, 09 April 2015

Pesawat Jatuh Dan Kapal Tenggelam, Korban Tenggelam Bisa Dapat Pahala Mati Syahid

Tidak ada komentar:
Perasaan sedih tentu akan dialami oleh keluarga korban pesawat jatuh di laut, kapal tenggelam. Tentu saja karena mereka bisa kehilangan  seluruh atau sebagian besar anggota keluarga mereka. Bisa menjadi hiburan bagi mereka bahwa orang yang meninggal tenggelam secara umum bisa mendapatkan pahala mati syahid sesuai dengan kehendak Allah. Dan kita berdoa agar saudara kita yang mati tenggelam agar mendapatkan pahala mati syahid.
Terdapat beberap hadits yang menunjukkan hal ini.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ: الْمَطْعُوْنُ وَالْمَبْطُوْنُ وَالْغَرِقُ وَصاَحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيْدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
Syuhada itu ada lima, yaitu orang yang meninggal karena penyakit tha’un, orang yang meninggal karena penyakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang meninggal karena tertimpa reruntuhan, dan orang yang gugur di jalan Allah.” [1]
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu menyampaikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam,
مَا تَعُدُّوْنَ الشَّهِيْدَ فِيْكُمْ؟ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيْلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ. قَالَ: إِنَّ شُهَدَاءَ أُمَّتِي إِذًا لَقَلِيْلٌ. قَالُوْا: فَمَنْ هُمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيْلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ, وَمَنْ مَاتَ فِي سَبِيْلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ، وَمَنْ مَاتَ فيِ الطَّاعُوْنَ فَهُوَ شَهِيْدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيْدٌ، وَالْغَرِيْقُ شَهِيْدٌ
“Siapa yang terhitung syahid menurut anggapan kalian?”
Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, siapa yang terbunuh di jalan Allah maka ia syahid.”
Beliau menanggapi, “Kalau begitu, syuhada dari kalangan umatku hanya sedikit.”
“Bila demikian, siapakah mereka yang dikatakan mati syahid, wahai Rasulullah?” tanya para sahabat.
Beliau menjawab, “Siapa yang terbunuh di jalan Allah maka ia syahid, siapa yang meninggal di jalan Allah maka ia syahid, siapa yang meninggal karena penyakit tha’un2 maka ia syahid, siapa yang meninggal karena penyakit perut maka ia syahid, dan siapa yang tenggelam ia syahid.” [2]

Mendapatkan pahal mati syahid, bukan mati syahid
Tentu ini berbeda dengan mati syahid di medan peperangan jihad. Yang dimaksud adalah pahala mati syahid. Sehingga berbeda hukumnya dengan orang yang mati syahid di mana orangyang mati syahid di medan jihad peperangan:
Tidak dimandikan, tidak dikafankan dan dishalatkan tetapi langsung dikuburkan
Mereka yang meninggal dan mendapat pahala mati syahid sebagaimana dalam hadits tetap berlaku hukum sebagaimana orang yang meninggal seperti biasa. Yaitu dimandikan, dikafankan dan dishalatkan

Syaikh prof. Abdullah bin Jibrin rahimahullah menjelaskan,
والمراد له أجر شهيد، لكنه لا يعامل معاملة الشهيد في الدنيا،  فإنه يغسل ويكفن ويصلى عليه بخلاف شهيد المعركة، فإنه يدفن بثيابه ولا يغسل ولا يصلى عليه، على المشهور عند العلماء، والله أعلم.
Yang dimaksud di sini adalah baginya pahala mati syahid. Akan tetapi mayatnya tidak diurus sebagaimana orang mati syahid (orang yang mati syahid tidak perlu dimandikan dan dikafani, pent).  Maka jasadnya tetap dimandikan, dikafani dan dishalatkan berbeda dengan syahid di medan peperangan maka ia dikubur dengan pakaian syahidnya di dunia, tidak dimandikan, tidak dishalatkan sebagaimana pendapat yang masyhur di kalangan ulama. Wallahu a’lam[3]

Ulama membagi syahid menjadi syahid dunia dan syahid akhirat
Al-Hafidz Al-Aini rahimahullah berkata,
وَفِي (التَّوْضِيح) : الشُّهَدَاء ثَلَاثَة أَقسَام: شَهِيد فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَة، وَهُوَ الْمَقْتُول فِي حَرْب الْكفَّار بِسَبَب من الْأَسْبَاب، وشهيد فِي الْآخِرَة دون أَحْكَام الدُّنْيَا، وهم من ذكرُوا آنِفا. وشهيد فِي الدُّنْيَا دون الْآخِرَة، وَهُوَ من غل فِي الْغَنِيمَة وَمن قتل مُدبرا أَو مَا فِي مَعْنَاهُ
Dalam kitab ‘At-Taudhih’ disebutkan, Orang yang mati syahid ada tiga macam:
[1] Syahid dunia dan akhirat, merekalah orang yang terbunuh karena sebab apapun di medan perang melawan orang kafir.
[2] Syahid akhirat, namun hukum di dunia tidak syahid. Mereka adalah orang yang disebut syahid, namun mati di selain medan perang.
[3] Syahid dunia dan bukan akhirat. Dialah orang yang mati di medan jihad, sementara dia ghulul (mencuri ghanimah/harta rampasan perang) atau terbunuh ketika lari dari medan perang, atau sebab lainnya.[4]
Memang syahid bisa kita dapatkan tanpa harus pergi ke medan peperangan untuk berjihad. hendaknya setiap muslim berangan-angan agar selalu ingin mendapatkan kemuliaan mati syahid dengan niat yang benar dan sungguh-sungguh, karena besarnya keutamaan yang diperoleh oleh syahid.
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,
مَنْ طَلَبَ الشَّهَادَةَ صَادِقًا أُعْطِيَهَا وَلَوْ لَمْ تُصِبْهُ
“Barangsiapa yang memohon syahadah (mati syahid) dengan jujur, maka dia akan diberikan (pahala) syahadah meskipun dia tidak mati syahid.” [5]

Demikian semoga bermanfaat
@Gedung radiopoetro, FK UGM
Penyusun:   Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com

Mati Syahid Tidak Menghapus Hak Bani Adam, Tapi Menghapus Hak Allah Ta’la enar

Tidak ada komentar:
Bagaimana cara menyatukan diantara dua hadits ini:
1. Dari Amr bin Ash radhiallahu anhu sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang mati syahid diampuni semua dosanya, kecuali hutang."
2. Dari Umar bin Khttab radhialahu anhu berkata, ”Saat perang Khaibar, sekelompok shahabat Nabi sallallahu alaihi wa sallam menghadap dan mengatakan, “Fulan syahid, fulan syahid. Maka Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, sesungguhnya saya melihat dia di neraka karena selendang (burdah) atau baju penutup yang disembunyikan.” Kemudian beliau berkata kepadaku,”Wahai Ibnu Khattab, berdirilah, dan serukan kepada orang-orang sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang mukmin.” Maka saya berdiri dan menyeru kepada orang-orang.
Hadits pertama menegaskan bahwa dosa-dosa orang mati syahid dimaafkan kecuali hutang. Sedangkan dalam hadits kedua menegaskan, bahwa orang mati syahid tidak diampuni karena dia menyembunyikan ghanimah. Tidakkah menyembunyikan ghanimah termasuk dosa selain hutang. Maka seharusnya diampuni sesuai dengan hadits pertama. Mohon penjelasannya.


Alhamdulillah
Pertama:
Diriwayatkan Muslim, 1886 dari Abdullah bin Amr bin Ash sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda,
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ
“Orang yang mati syahid diampuni semua dosa kecuali hutang."
Diriwayatkan oleh Muslim, (114) dari Ibnu Abbas berkata Umar bin Khottab memberitahukan kepadaku berkata,
لَمَّا كَانَ يَوْمُ خَيْبَرَ أَقْبَلَ نَفَرٌ مِنْ صَحَابَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا : فُلَانٌ شَهِيدٌ فُلَانٌ شَهِيدٌ ، حَتَّى مَرُّوا عَلَى رَجُلٍ فَقَالُوا فُلَانٌ شَهِيدٌ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( كَلَّا ، إِنِّي رَأَيْتُهُ فِي النَّارِ فِي بُرْدَةٍ غَلَّهَا أَوْ عَبَاءَةٍ ) ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( يَا ابْنَ الْخَطَّابِ ! اذْهَبْ فَنَادِ فِي النَّاسِ أَنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا الْمُؤْمِنُونَ ) قَالَ : فَخَرَجْتُ فَنَادَيْتُ : أَلَا إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا الْمُؤْمِنُونَ "
“Ketika waktu perang Khoibar, sekelompok shahabat Nabi sallallahu’alaihi wa salllah menghadap dan mengatakan, “Fulan Syahid, fulan syahid." Kemudian mereka melewati seseorang (yang terbunuh), maka mereka mengatakan ‘Orang ini Syahid.’ Maka Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, sesungguhnya saya melihat dia di neraka karena selendang (burdah) atau baju penutup yang disembunyikan.” Kemudian Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Ibnu Khattab! Keluarlah, dan sampaikan kepada orang-orang  bahwa tidak akan masuk surga kecuali orang mukmin. Maka saya keluar dan menyeru,”Ketahuilah bahwa tidak ada yang masuk surga kecuali mukmin."
Dua hadits ini shahih diriwayatkan oleh Muslim rahimahullah dalam shahihnya. Tidak ada pertentangan pada keduanya Alhamdulillah. Hadits pertama menunjukkan bahwa orang mati syahid diampuni semua dosa yang dilakukannya antara dia dan Tuhannya kecuali hutang. Maka ia tidak diampuninya. Karena tergantung dengan urusan antar manusia. Maka, hak-hak Bani Adam tidak dapat diampuni dengan mati syahid. 
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam (Kecuali hutang) di dalamnya terdapat peringatan terhadap semua hak Bani Adam. Bahwa jihad dan mati syahid dan selain dari dua amalan kebaikan tidak dapat menghapus hak Bani Adam. Akan tetapi dapat menghapus hak Allah Ta’ala.” Syarh Muslim, 13/29.
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Adapun hadits lainnya yang shahih, bahwa orang mati syahid itu diampuni seluruh dosanya kecuali hutang. Dapat diambil pelajaran bahwa mati syahid itu tidak dapat menghapus hak orang. Sedangkan adanya hak orang pada dirinya, tidak menghalanginya mendapatkan derajat syahadah/syahid. Tidak ada makna syahadah melainkan bahwa Allah memberikan kepada orang yang mendapatkan syahadah dengan pahala khusus. Dimuliakan dengan kemuliaan yang berlebih. Sungguh dalam hadits telah diterangkan bahwa Allah mengampuni (semua dosa) kecuali ada sangkutan (hak manusia). Jika orang yang mati syahid itu mempunyai amalan-amalan saleh, dan syahadah dapat menghapuskan kejelekan selain dari sangkutan (hak). Maka amalan-amalan saleh akan bermanfaat dalam timbangan (untuk menghapus) sangkutan (hak). Sehingga derajat syahadah akan tetap (diperoleh) sempurna. Jika tidak mempunyai amalan saleh, maka itu tergantung (keputusan Allah). Wallahu’alam." Fathul Bari, 10/193.
Tourbasyti mengatakan, “Maksud dari hutang disini adalah yang terkait dengan tanggungannya terhadap hak-hak orang Islam. Karena orang yang berhutang itu tidak lebih berhak dengan ancaman dan tuntutan dibandingkan orang yang berbuat kejahatan, orang yang merampas harta orang lain, orang yang berkhianat dan mencuri.” Tuhfatul Ahwadzi, 5/302, dengan sedikit editan.
Kedua,
Ghanimah termasuk hak anak Adam, bahkan ia termasuk hak anak adam yang sangat besar, Karena terkait dengan harta umum. Al-Hijawi dalam Az-Zad, hal. 97 mengatakan, “Ghanimah didapat dengan menguasai wilayah perang (Darul Harbi). Ia bagi orang yang ikut berperang dalam pasukan perang. Disisihkan seperlima, kemudian sisanya, pejalan kaki satu bagian, penunggang kuda tiga bagian: satu bagian untuknya dan dua bagian untuk kudanya. Seluruh pasukan diikutsertakan sebagai tentara untuk mendapat ghanimah.”
Ghulul adalah pencurian ghanimah sebelum dibagi. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “(Al-Ghulul) pengkhianatan, asalnya adalah pencurian dari harta rampasan (ghanimah) sebelum dibagi.” Maka syahadah tidak dapat menghapuskan ghulul, karena syahadah tidak dapat menghapus hak-hak anak adam, seperti (yang dijelaskan) tadi.
Ungkapan penanya ‘Tidakkah ghulul merupakan dosa selain dari hutang?’ maka dikatakan, “Ghulul adalah dosa terkait dengan hak anak adam. Maksud dari hutang dalam hadits ini adalah hak-hak manusia, bukan khusus hanya hutang. Sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa ghulul menghalangi status syahid tertinggi terhadap orang yang mencuri ghanimah yang membuatnya tak tidak layak untuk  mendapatkan ampunan atas seluruh dosanya, meskipun hal tersebut tidak menghalanginya untuk mendapatkan dasar syahid dan keutamaannya. Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ghulul dapat menghalangi status syahid secara umum bagi pelakunya kalau dia terbunuh.”
Al-Qori rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits ada pembahasan, bahwa tidak ada dalil dalam hadits ini yang menafikan status syahidnya. Bagaimana tidak, ia telah dibunuh di jalan Allah (sabilillah) dan membela Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam. Tidak disyaratkan dalam ijmak (consensus para ulama), bahwa orang yang mati syahid harus tidak punya dosa atau hutang.” Mirqotul Mafatih, 6/2583.
Dapat  dikatakan juga bahwa ghulul menghalagi orang yang mati syahid mencapai derajat syahadah tertinggi, sehingga semua dosanya dihapus, meskipun dia tidak terhalan mendapatkan status dasar syahid dan keutamaannya. Sebagai tambahan, silakan membaca penjelasan bahwa selayaknya jangan meremehkan masalah hutang pada jawaban soal no. 144635.
Wallahu a'lam .

19 Tanda Orang yang Mati Syahid

Tidak ada komentar:
Syaikh Albani rahimahullah telah mengumpulkan dalam kitabnya (Ahkamul Janaiz) tanda-tanda ini dari Al Qur’an dan Sunah shahihah, beliau mendapatinya ada 19 tanda, berikut ini ringkasannya:

Sesungguhnya Dzat Yang Mensyariatkan telah menjadikan beberapa tanda yang jelas untuk menunjukkan husnul khatimah – Allah Ta’alaa telah menetapkannya dengan kurnia dan kenikmatanNya – maka siapa saja yang meninggal dengan memiliki salah satu tandanya maka itu merupakan berita gembira:
Pertama:
Mereka yang dapat mengucapkan syahadat menjelang kematian sebagaimana ditunjukkan dalam banyak hadis yang shahih diantaranya:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( barangsiapa yang ucapan terakhirnya Laa ilaaha illallah maka dia masuk surga ) ( hadits hasan).

Kedua:
Kematian yang disertai dengan basahnya kening dengan keringat atau peluh berdasarkan hadis Buraidah bin Hushaib radhiallahu anhu:

Dari Buraidah bin Khusaib radhiallahu anhu: ( bahwa ketika dia berada di Khurasan sedang membesuk seorang sahabatnya yang sakit dia mendapatinya sudah meninggal tiba-tiba keningnya berkeringat maka dia berkata: Allahu Akbar, aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( kematian seorang mukmin disertai keringat dikeningnya ) ( hadits shahih ).

Ketiga:
Mereka yang meninggal pada malam jumaat atau siangnya berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ( hadits dengan seluruh jalurnya hasan atau shahih )
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( tidaklah seorang muslim yang meninggal pada hari Jumaat atau malam Jumaat melainkan Allah Melindunginya dari siksa kubur ).

Keempat:
Meninggal dalam keadaan syahid dimedan perang sebagaimana firman Allah Ta’alaa :

Artinya: ( dan janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang terbunuh dijalan Allah mati, tetapi mereka hidup diberi rezeki disisi Tuhan mereka (169) Mereka bergembira dengan kurnia yang diberikan Allah kepada mereka, dan memberi khabar gembira kepada orang-orang yang belum mengikuti mereka dibelakang janganlah mereka takut dan sedih (170) Mereka memberi khabar gembira dengan kenikmatan dari Allah dan kurniaNya dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan balasan bagi orang-orang beriman) (QS Ali Imran :169-171).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( orang yang syahid mendapatkan enam perkara: diampuni dosanya sejak titisan darahnya yang pertama, diperlihatkan tempatnya dalam surga, dijauhkan dari siksa kubur, diberi keamanan dari goncangan yang dahsyat dihari kiamat, dipakaikan mahkota keimanan, dinikahkan dengan bidadari surga, diizinkan memberi syafaat bagi tujuh puluh anggota keluarganya) (hadits shahih).

Kelima:
Mereka yang meninggal ketika berjuang dijalan Allah (bukan terbunuh) berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "apa yang kalian nilai sebagai syahid diantara kalian ?" Mereka berkata: "Ya Rasulullah siapa yang terbunuh dijalan Allah maka dia syahid." Beliau berkata: "jadi sesungguhnya para syuhada umatku sedikit." Mereka berkata: "lalu siapa mereka Ya Rasulullah?" Beliau berkata: "barang siapa yang terbunuh dijalan Allah syahid, barangsiapa yang mati dijalan Allah syahid, barangsiapa yang mati karena wabah taun syahid, barangsiapa yang mati karena penyakit perut syahid, dan orang yang tenggelam syahid."

Keenam:
Mati kerana satu wabah penyakit taun, berdasarkan beberapa hadits diantaranya:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: (wabah tha’un merupakan kesyahidan bagi setiap muslim). ( hadits shahih)

Ketujuh:
Mereka yang mati kerana penyakit dalam perut berdasarkan hadits diatas.

Kedelapan dan kesembilan:
Mereka yang mati kerana tenggelam dan terkena runtuhan berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( syuhada ada lima: yang mati kerana wabah taun, karena penyakit perut, yang tenggelam, yang terkena runtuhan dan yang syahid dijalan Allah) ( hadits shahih).

Kesepuluh:
Mereka yang matinya seorang wanita dalam nifasnya disebabkan melahirkan anaknya:

Dari Ubadah bin Shamit radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjenguk Abdullah bin Rawahah dan berkata: beliau tidak berpindah dari tempat tidurnya lalu berkata: tahukah kamu siapa syuhada dari umatku? mereka berkata: terbunuhnya seorang muslim adalah syahid. Beliau berkata: ( jadi sesungguhnya para syuhada umatku, terbunuhnya seorang muslim syahid, mati karena wabah taun syahid, wanita yang mati kerana janinnya syahid [ditarik oleh anaknya dengan tali arinya kesyurga]) ( hadits shahih ).

Kesebelas dan kedua belas:
Mereka yang mati kerana terbakar dan sakit bengkak panas yang menimpa selaput dada ditulang rusuk, ada beberapa hadits yang terkait yang paling masyhur:

Dari Jabir bin ‘Atik dengan sanad marfu’ : ( syuhada ada tujuh selain terbunuh di jalan Allah: yang mati kerana wabah taun syahid, yang tenggelam syahid, yang mati kerana sakit bengkak yang panas pada selaput dada syahid, yang sakit perut syahid, yang mati terbakar syahid, yang mati terkena runtuhan syahid, dan wanita yang mati setelah melahirkan syahid) (hadits shahih).

Ketiga belas:
Mereka yang mati karena sakit Tibi berdasarkan hadits:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( terbunuh dijalan Allah syahid, wanita yang mati kerana melahirkan syahid, orang yang terbakar syahid, orang yang tenggelam syahid, dan yang mati karena sakit Tibi syahid, yang mati karena sakit perut syahid) (hadits hasan).

Keempat belas:
Mereka yang mati kerana mempertahankan hartanya yang hendak dirampas.Dalam hal itu ada beberapa hadits diantaranya:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( barang siapa yang terbunuh karena hartanya ( dalam riwayat: barang siapa yang hartanya diambil tidak dengan alasan yang benar lalu dia mempertahankannya dan terbunuh) maka dia syahid) (hadits shahih).

Kelima belas dan keenam belas:
Mereka yang mati kerana mempertahankan agama dan dirinya:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( barang siapa yang terbunuh kerana hartanya syahid, barang siapa yang terbunuh kerana keluarganya syahid, barang siapa yang terbunuh kerana agamanya syahid, barang siapa yang terbunuh kerana darahnya syahid) ( hadits shahih).

Ketujuh belas:
Mereka yang mati dalam keadaan ribath (berjaga diperbatasan) di jalan Allah. Ada dua hadis dalam hal itu salah satunya:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( ribath sehari semalam lebih baik dari berpuasa dan qiyamul lail selama sebulan, dan jika mati maka akan dijalankan untuknya amalan yang biasa dikerjakannya, akan dijalankan rezekinya dan diamankan dari fitnah) ( hadits shahih).

Kelapan belas:
Mati ketika melakukan amal soleh berdasarkan hadis:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( barangsiapa yang mengucapkan: Laa ilaaha illallah mengharapkan wajah Allah lalu wafat setelah mengucapkannya maka dia masuk surga, barangsiapa berpuasa satu hari mengharapkan wajah Allah lalu wafat ketika mengerjakannya maka dia masuk surga, barangsiapa yang bersedekah dengan satu sedekah mengharapkan wajah Allah lalu wafat ketika mengerjakannya maka dia masuk surga) ( hadits shahih).

Kesembilan belas:
Mereka yang dibunuh oleh penguasa yang zalim kerana memberi nasihat kepadanya:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muththalib dan seseorang yang mendatangi penguasa yang zalim lalu dia memerintahkan yang baik dan melarang dari yang mungkar lalu dia dibunuhnya)


... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....

Sholat Jenazah di Kuburan

Tidak ada komentar:
Kita sudah biasa melakukan sholat jenazah di mesjid atau musholla. Namun terkadang kita melihat pula ada orang yang melakukan sholat jenazah di dekat kuburan orang yang baru saja meninggal. Hal ini boleh-boleh saja, dalam kondisi tertentu, misalnya Anda belum sempat atau tertinggal melakukan shalat jenazah di mesjid. Lalu  bagaimana jika keadaanya dalam kondisi normal, bagaimana  penjelasan hukumnya dalam ilmu fiqih ?

Secara garis besar hukum sholat jenazah di atas kuburan muslim ada 3, yaitu :
1. Makruh
2. Mubah
3. Tidak sah

Untuk pendapat yang pertama, makruh melakukan sholat jenazah di atas kuburan adalah adalah pendapat dari kalangan mazhab Imam Syafi'i, mayoritas mazhab Maliki dan Hanafi serta sebagian mazhab Hambali.

Untuk pendapat kedua yang membolehkan melakukan sholat jenazah di atas kuburan adalah pendapat sebagian mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi'i serta pendapat mazhab Hambali.

Sedangkan pendapat yang ke tiga adalah sebagian kecil pendapat dari mazhab Hambali.



Sholat Jenazah di Kuburan


Mazhab Hanafi dan Maliki membolehkan sholat jenazah diatas kubur selama belum berubah jasadnya tanpa dibatasi waktu. Penentuan berubah atau tidaknya dikembalikan kepada orang-orang yang ahli dan berpengalaman dalam hal ini, sebab kondisi mayat berbeda-beda sesuai dengan musim dan tempatnya. Mazhab Syafi’i membolehkan dengan tetap makruh, sebatas waktu bulan saja, selebihnya hukumnya haram.

Akhirnya, semua tergantung Anda. Semuanya tentu ada dalilnya dan merupakan hasil ijtihad mereka. Masing-masing ada kelebihan dan kelemahannya, namun tidak masalah, karena yang namanya ijtihad, benarnya mendapat dua pahala, tidak tepatnya akan mendapat satu pahala dari Allah SWT. Yang penting bagi kita, jalankan sesuai dengan keyakinan masing-masing dan jangan pernah menyalahkan dengan mencari-cari kelemahan hasil ijtihad mazhab lain yang berbeda.

Hal Yang Membatalkan atau Merusak Puasa

Tidak ada komentar:
Ada beberapa hal yang bisa merusak atau membatalkan puasa kita. Ini dia diantaranya :

  1. Murtad atau keluar dari agama Islam kembali kepada kekafiran
  2. Keluar haid
  3. Keluar nifas. Disunatkan bagi yang haid dan nifas, menahan diri dari makan minum jika haid atau nifasnya sudah berhenti di siang hari.
  4. Gila walaupun hanya sebentar
  5. Melahirkan
  6. Pingsan
  7. Mabok yang disengaja

Hal Yang Membatalkan atau Merusak Puasa


Disyaratkan untuk yang mengalami pingsan dan mabuk,  bisa membatalkan puasa jika keduanya terjadi sepanjang siang hari yakni dari sebelum terbit fajar sampai tenggelamnya matahari.  Jadi kalau pingsan atau mabuknya hanya sesaat atau beberapa jam saja,  maka tidak membatalkan puasa.

Perlu diketahui bahwa orang pingsan (baik disengaja ataupun tidak) diharuskan mengqadha puasa. Adapun shalat, maka dia tidak perlu mengqadhanya, kecuali kalau pingsannya disengaja.

Wajib juga kepada mereka yang mabuk dengan sengaja untuk segera mengqodlo puasa, sedangkan yang tak disengaja tidak wajib qadha.  Yang dimaksud mabuk disengaja,  contoh kasusnya adalah jika seseorang pada suatu malam telah berniat puasa,  namun ketika waktu sahur dia meminum minuman keras yang memabukan atau narkoba apa saja yang ternyata pada saat siang hari dampaknya malah membuat dia linglung dan tidak sadar dalam waktu yang sangat lama.

Alhasil, bahwa murtad, gila, haid, nifas dan melahirkan, jika salah satunya dialami oleh seseorang yang sedang berpuasa, maka puasanya batal atau tidak sah pada hari itu. Sedangkan jika seorang tidur dengan nyenyak dari pagi sampai maghrib, maka tidurnya seharian tidak membatalkan puasa.

Hal Yang Mewajibkan Puasa Ramadhan

Tidak ada komentar:
Ada 5 perkara yang mewajibkan puasa Ramadhan, yakni :

  1. Sempurnanya bulan Sya’ban selama 30 hari berdasarkan ru'yat.
  2. Melihat hilal bulan Ramadhan pada malam hari. Hal ini berlaku bagi mereka/individu yang merasa melihat hilal, walaupun dia sendiri mempunyai sifat fasiq atau kurang adil.
  3. Meyakini seseorang yang melihat bulan. Hal ini berlaku bagi mereka yang tidak melihat bulan, namun ada kabar dari seseorang yang adil kesaksiannya bahwa orang tersebut melihat bulan, lalu diyakini dan diikuti. Namun dengan syarat, kesaksian orang tersebut harus ditetapkan oleh hukum/pemerintah, tidak fasiq, bukan hamba sahaya dan harus laki-laki. Dalil tentang ini adalah hadits dari Ibnu Umar :
    “Aku memberi kabar kepada Rosululloh bahwa sesungguhnya aku bersaksi telah melihat hilal. Lalu beliau puasa dan memerintahkan kaumnya untuk berpuasa”.
  4. Adanya kabar berita bahwa Ramadhan telah tiba, dari orang yang dipercaya dalam perkataanya (suami, tetangga, sahabat) atau dari orang yang kurang dipercaya dalam perkataanya tapi hati kita cenderung yakin akan kebenarannya, misalnya  kabar tersebut berasal dari orang fasiq, kafir, hamba sahaya atau pun anak kecil.
  5. Berdasarkan sangkaan telah masuknya bulan Ramadhan melalui ijtihad/dugaan. Contoh kasus terhadap orang-orang yang hidup di hutan belantara atau penjara pengasingan. 
Hal Yang Mewajibkan Puasa Ramadhan
Adapun berita dari golongan orang-orang yang melakukan puasa berdasarkan telah terbitnya bintang tertentu, maka hal tersebut tidak boleh diikuti, dan keputusan tersebut hanya wajib dilakukan bagi golongan dia sendiri.

Hal ini juga berlaku dalam menentukan waktu sholat atau bulan haji. Intinya, kita harus konsekuen dengan pendapat yang diyakini, jika kita mulai melakukan puasa berdasarkan melihat hilal, maka dalam menentukan jatuhnya hari terakhir puasa, harus berdasarkan hilal juga, tidak boleh mengikuti hisab, begitu pula sebaliknya.

Pengertian Najis dan Hukum-hukumnya

Tidak ada komentar:






A. Pengertian
1. Bahasa
Secara bahasa najis bermakna al qadzarah ( القذارة ) yang artinya adalah kotoran.
2. Istilah
Sedangkan secara istilah, najis menurut definisi Asy Syafi’iyah adalah:
“Sesuatu yang dianggap kotor dan mencegah sahnya shalat tanpa ada hal yang meringankan.”[1]
Dan menurut definisi Al Malikiyah, najis adalah:
Sifat hukum suatu benda yang mengharuskan seseorang tercegah dari kebolehan melakukan shalat bila terkena atau berada di dalamnya.”[2]
B. Hukum-hukum Terkait Najis
Ada beberapa ketetapan hukum syariah yang perlu untuk diperhatikan terkait dengan benda-benda najis atau terkena najis.
1. Tidak Berdosa Menyentuh Najis
Berbeda dengan ketentuan najis pada agama-agama samawi sebelumnya, yang mengharamkan umatnya bersentuhan dengan benda-benda najis, dalam syariat Islam, seorang muslim tidak berdosa bila tersentuh najis atau menyentuhnya dengan sengaja.
Konon dalam agama Yahudi Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan ketentuan yang amat keras tentang najis. Di antaranya, bila seseorang terkena najis pada pakaiannya, maka pakaiannya itu tidak bisa lagi disucikan untuk selama-lamanya. Jadi pakaian itu harus dibuang, atau bagian yang terkena najis harus dirobek, dan ditambal dengan kain baru.
Dan bila najis itu tersentuh pada badan, maka kulitnya harus dikelupas, lantaran benda yang terkena najis tidak bisa selamanya disucikan.
Sedangkan seorang muslim tidak diharamkan untuk bersentuhan dengan benda-benda najis, asalkan bukan sedang menjalankan ibadah ritual yang membutuhkan kesucian dari benda najis.
Profesi sebagai petugas kebersihan menjadi halal dalam agama Islam, meski setiap hari bergelimang dengan najis.
Demikian juga seorang muslim boleh bekerja sebagai penyembelih hewan, meski setiap hari tangannya bersimbah dengan darah dan kotoran. Dan menjadi petugas mobil tinja juga tidak haram, meski setiap hari bergelimang dengan isi septik tank.
2. Syarat Ibadah
Seorang muslim baru diwajibkan untuk mensucikan dirinya dari benda-benda najis yang terdapat pada badan, pakaian dan tempatnya, manakala dia akan melakukan ibadah ritual tertentu.
Karena suci dari najis adalah syarat sah dalam ritual beribadah, dimana seseorang tidak sah menjalankan shalat bila badan, pakaian atau tempat shalatnya tidak suci dari najis.
Maka pada saat itulah dibutuhkan cara berthaharah yang benar, sebagaimana yang diajarkan dalam ketentuan syariat Islam.
3. Haram Dimakan
Meski boleh bersentuhan dengan benda-benda najis, namun seorang muslim haram hukumnya untuk memakan, meminum atau mengkonsumsi benda-benda yang jelas-jelas hukumnya najis, meski dengan alasan pengobatan.
Keharaman mengkonsumsi benda-benda najis merupakan kriteria nomor satu dalam daftar urutan makana haram.[3]
Dalil yang menjadi dasarnya pengharamannya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk. (QS Al A’raf: 157)
Piring Bekas Orang Kafir
Piring, gelas dan alat-alat makan bekas orang kafir terkadang menimbulkan sebuah pertanyaan, apakah suci atau tidak?
Sesungguhnya ludah dan tubuh orang kafir itu suci dan bukan benda najis, sehingga kalau masalahnya hanya semata-mata makanan bekas orang kafir, tidak ada masalah dalam hal kesuciannya ,sebagaimana kisah dalam hadits berikut ini.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam diberikan susu lalu beliau meminumnya sebagian lalu disodorkan sisanya itu kepada a’rabi (kafir) yang ada di sebelah kanannya dan dia meminumnya lalu disodorkan kepada Abu Bakar dan beliau pun meminumnya (dari wadah yang sama) lalu beliau berkata’Ke kanan dan ke kanan’.” (HR. Bukhari)
Namun yang jadi masalah adalah bila orang kafir itu memakan makanan yang dalam pandangan syariah hukumnya najis, seperti khamar, anjing, babi, bangkai atau hewan-hewan lain yang diharamkan, apakah alat-alat makan bekas mereka itu lantas digeneralisir secara otomatis selalu menjadi najis, walaupun secara zahir tidak nampak?
Dalam hal ini, umumnya para ulama tidak mengharamkannya bila tidak nampak secara zahir sisa bekas benda-benda najis di dalam alat-alat makan bekas mereka.
Umumnya mereka hanya hanya memakruhkan bila seorang muslim makan dengan wadah bekas orang kafir yang belum dibersihkan atau disucikan. Sehingga hukumnya tetap boleh dan makanan itu tidak menjadi haram.
Semua itu hukumnya boleh bila hanya sekedar berdasarkan rasa ragu saja. Namun bila jelas-jelas ada bekas najisnya secara kasat mata, maka haram hukumnya memakan dari wadah itu, kecuali setelah disucikan.
4. Haram Digunakan Beristijmar
Beristinja’ adalah mencusikan dan membersihkan sisa bekas buang air kecil atau buang air besar. Bila menggunakan benda selain air, disebut dengan istilah istijmar.
Dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang kita beristijmar dengan menggunakan benda-benda najis, seperti kotoran hewan atau tulang bangkai, sebagaimana yang tersebut di dalam hadits berikut ini:
Beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang kita beristinja’ dengan tahi atau tulang. (HR. Muslim Abu Daud dan Tirmizy)
5. Haram Diperjual-belikan
Pada dasarnya secara umum benda najis itu haram untuk diperjual-belikan, berdasarkan hadits berikut ini:
Dari Abu Daud radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda,”Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melaknat orang-orang Yahudi, lantaran telah diharamkan lemak hewan, namun mereka memperjual-belikannya dan memakan hasilnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun dalam detail-detaiknya, ternyata para ulama agak sedikit bervariasi ketika menetapkan tentang boleh tidaknya. Di antara mereka ada yang mengharamkan secara mutlak, kalangan yang mengharamkan jual-beli sebagian dari benda najis dan menghalalkan sebagian lainnya, bila memang bermanfaat dan dibutuhkan.
a. Kotoran Hewan
Dalam pandangan mazhab Al Hanafiyah pada dasarnya benda najis itu haram untuk diperjual-belikan, namun bila bisa diambil manfaatnya, hukumnya boleh.[4]
Kotoran hewan adalah benda najis, maka haram diperjual-belikan. Namun bila yang diperjual-belikan adalah tanah, namun tercampur kotoran hewan, dalam pandangan mazhab ini hukumnya boleh. Karena yang dilihat bukan kotoran hewannya, melainkan tanahnya.
Artinya, kalau semata-mata yang diperjual-belikan adalah kotoran hewan, hukumnya masih haram. Tetapi kalau kotoran hewan itu sudah dicampur dengan tanah sedemikian rupa, meski pada hakikatnya masih mengandung najis, namun mereka tidak melihat kepada najisnya, melainkan kepada tanahnya.
Sedangkan mazhab Asy Syafi’iyah secara umum tetap mengharamkan jual-beli kotoran hewan, walaupun sudah dicampur tanah dan untuk pupuk.
b. Kulit Bangkai
Kulit bangkai hukumnya najis karena itu juga menjadi haram untuk diperjual-belikan. Namun bila kulit itu sudah disamak, sehingga hukumnya menjadi suci kembali, hukumnya menjadi boleh untuk diperjual-belikan. Dasarnya adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:
Janganlah kamu mengambil manfaat bangakai dari ihab (kulit yang belum disamak) dan syarafnya. (HR. Abu Daud dan At Tirmizy)
Kulit hewan yang belum dilakukan proses penyamakan disebut ihab ( إھاب ). Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang bila kulit itu berasal dari bangkai, tapi hukumnya menjadi boleh bila telah mengalami penyamakan. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Dari Abdullah bin Abbas dia berkata,”Saya mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,”Apabila kulit telah disamak, maka sungguh ia telah suci.” (HR. Muslim)
Semua kulit yang telah disamak maka kulit itu telah suci. (HR. An-Nasai)
Namun ada juga pendapat ulama yang tetap menajiskan kulit bangkai, meski telah disamak, yaitu sebagian ulama di kalangan mazhab Al Malikiyah. Sehingga dalam pandangan mereka, jual-beli kulit bangkai pun tetap diharamkan. Di antara yang berpendapat demikian adalah Al Kharasyi dan Ibnu Rusydi Al Hafid. Ibnu Rusydi menyebutkan, meski bahwa penyamakan tidak ada pengaruhnya pada kesucian kulit bangkai, baik secara zhahir atau pun batin.[5]
Mazhab Asy Syafi’iyah juga melarang jual-beli kulit bangkai, karena hukumnya najis dalam pandangan mereka.
c. Hewan Najis dan Buas
Meski termasuk hewan najis, namun karena bisa bermanfaat, dalam pandangan mazhab ini, boleh hukumnya untuk memperjual-belikan anjing, macan atau hewan-hewan buas lainnya, bila memang jelas ada manfaatnya.
Di antara manfaat dari hewan buas ini adalah untuk berburu, dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala memang membolehkan umat Islam berburu dengan memanfaatkan hewan buas.
(Dihalalkan bagimu buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya).(QS Al Maidah: 4)
Sedangkan anjing hitam atau sering diistilahkan dengan al kalbul ‘aqur (الكلب العقور), ada nash hadits yang secara tegas melarang kita untuk memperjual-belikannya, bahkan ada perintah buat kita untuk membunuhnya.
Dari Aisyah radhiyallahuanha bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,”Lima macam hewan yang hendaklah kamu bunuh dalam masjid, yaitu tikus, kalajengking, elang, gagak dan anjing hitam. (HR. Bukhari Muslim)
Namun dalam pandangan mazhab Asy Syafi’iyah, hewan-hewan yang buas itu tetap haram untuk diperjualbelikan, meski bermanfaat untuk digunakan dalam berburu.
d. Khamar
Termasuk yang dilarang untuk diperjual-belikan karena kenajisannya adalah khamar, dimana umumnya para ulama memasukkan khamar ke dalam benda najis. Dan memang ada dalil yang secara tegas mengharamkan kita meminum serta memperjual-belikannya.
Yang telah Allah haramkan untuk meminumnya, maka Allah juga mengharamkan untuk menjualnya. (HR. Muslim)
e. Daging Babi
Termasuk juga ikut ke dalam keumuman larangan dalam hadits ini adalah daging babi. Daging babi itu haram dimakan, maka otomatis hukumnya juga haram untuk diperjual-belikan.
6. Haram Ditempatkan Pada Benda Suci
Termasuk yang dilarang untuk dilakukan dalam syariat Islam adalah menghina tempat-tempat suci dengan benda najis, seperti haramnya memasukkan benda-benda najis ke dalam masjid. Juga haramnya menempelkan benda najis ke mushaf Al Quran yang suci dan mulia.[6]


[1] Al Qalyubi ‘alal Minhaj, jilid 1 halaman 68
[2] Asy Syarh Al Kabir jilid 1 halaman 32
[3] Silahkan lihat jilid ke-9 dalam buku Seri Fiqih Kehidupan.
[4] Fathul Qadir wal Inayah bi Hamisyihi, jilid 5 hal. 202
[5] Ashalul Madarik Syarhu Irsyadis Salik, jilid 1 hal. 55
[6] Hasyiyatu Ibnu Abidin jilid 1 hal. 116, Mughni Al Muhtaj jilid 1 hal. 27,
________________________________
Rujukan: Fiqih dan Kehidupan, Ahmad Sarwat, Lc., MA.
 
back to top